BAB I
Latar Belakang
Siyasah Syar’iyyah adalah urusan
kemanusiaan saja yang tidak ada pengaturannya dalam Nash, akan tetapi tetap
pada prinsip-prinsip hukum Islam dalam Nash.
Manusia pasti membutuhkan pengurusan, kekuasaan, pengawasaan, dan pemimpin yang
melahirkan kesejahteraan untuk semua masyarakat. Karena tidak ada dalam Nash
secara tegas tentang siyasah lahirlah pemikiran-pemikiran politik dari para
cendekian Islam yang berusaha mencari hubungan antara politik dengan
Islam.
Seiring waktu setelah Nabi dan Khalifah wafat, perselisihan semakin banyak
dan akhirnya melahirkan kelompok-kelompok yang telah mengandung politik
tersendiri. Dan dalam kelompok-kelompok itu telah memiliki idealisme
masing-masing dalam menentukan siapa yang berhak menjadi pemimpin dan bagaimana
syarat-syaratnya.
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN
HUKUM ISLAM
A. PERIODE SAHABAT : MUNCULNYA GOLONGAN POLITIK DAN SEKKTE
1. Pengertian Politik Dalam Islam
Istilah politik yang dimaksud dalam Islam berasal dari kata :
ساس يسوس سياسة yang berarti mengatur,
mengendalikan, mengurus dan membuat keputusan, oleh karena itu arti siyasah/politik secara
etimologi adalah pemerintahan, pengambilan keputusan, pembuat kebijakan,
pengurusan, pengawasan, perekayasan dan lain-lain.[1]
Sedangkan makna istilah, fiqh siyasah atau siyasah al-syar’iyyah diartikan
sebagai berikut:
a.
Menurut Ahmad Fathi
”Pengurusan kemaslahatan umat manusia sesuai dengan ketentuan syara’”
(Ahmad Fathi Bahantsi dalam al-siyasah al-jinaiyyah fi al-syari\’at
al-Islamiyah).
b.
Abdul Wahab al Khalaf
Siyasah syar’iyyah adalah pengurusan hal-hal yang bersifat umum bagi negara
Islam dengan cara yang menjamin perwujudan kemasalahatan dan penolakan
kemidlaratan dengan tidak melewati batas-batas syariah dan pokok-pokok syariah meskipun tidak sesuai
dengan pendapat-pendapat ulama’ mujtahid.[2]
Konsep politik tradisional dalam Islam mencakup kepemimpinan dengan penerus
Nabi dikenal sebagai khalifah,pentingnya mengikuti hukum Islam atau Syariah tugas penguasa untuk
mencari Syura atau konsultasi dari mata pelajaran mereka, dan pentingnya
menegur adil penguasa tetapi tidak mendorong pemberontakan terhadap mereka.[3]
2. Sejarah Timbulnya Aliran Politik
Dalam Islam
a. Masa Rasulullah
H.R. Gibb dalam memandang peran
Muhammad setidaknya menggunakan dua periode besar, yakni periode Makkah
dan periode Madinah. Dalam periode Makkah, kedudukan
Muhammad disebutnya sebagai Nabi semata, semisal dengan Isa. Ia tidak
pernah memaklumkan sebuah komunitas baru dengan segala prinsip-prinsipnya.
Ia juga tidak melakukan usaha-usaha proteksi dengan kekuatan
senjata meski ia dipojokkan. Tidak pernah ditemukan
sebuah konflik politik yang besar, yang kemudian
memungkinkan terjadinya perang antara kaum Muhammad dengan kaum
Arab lainnya. Bahkan dipandang dalam kehidupan di
Makkah ini, Muhammad sebagai seorang Nabi, seorang yang
egaliter, yang tidak membedakan antara umat beriman dengan
tidak beriman. Sedangkan dalam periode Madinah, fungsi dan peran
kenabian dari Muhammad berpindah menjadi fungsi seorang raja.
Dalam pandangan Gibb, Muhammad menempatkan dirinya
sebagai seorang pemimpin Islam dari komunitas masyarakat Islam yang
khas. Ia tidak hanya menjalankan peran kenabian akan tetapi
lebih menjalankan tugas seorang raja yang mengatur suatu
komunitas.[4]
b. Masa Khulafa al Rasyidin
Persoalan siyasah pertama dihadapi kaum muslimin setelah Nabi wafat.
Sebelum Rasul wafat, beliau tidak menentukan siapa penggantinya, sehingga
dikenal berbagai mekanisme penetapan kepala Negara dan berbagai cerita yang sesuai
sosiojistoris yang ada. Sahabat Abu Bakar ditetapkan khalifah berdasarkan
“pemilihan suatu musyawarah terbuka”,Umar bin Khattab melewati “penunjukkan
oleh kepala Negara pendahulunya”, Usman bin Affan berdasarkan “pemilihan dalam
suatu dewan formatur” dan Ali bin Abu Thalib melalui musyawarah dalam pertemuan
terbuka.5[5]
c. Masa pasca Khulafaurrasyidin
Setelah masa kekhilafahan, timbullah masa dinasti yaitu kekuasaan yang
dipegang oleh keturunan Umayah dan kemudian keturunan Abasiyah, pada suatu
kurun waktu tertentu, di dunia Islam dikenal 3 dinasti : dinasti Abbasiyah di
Baghdad, dinasti Umayyah di Andalusia, dan dinasti Fathimiyyah di Mesir.
Pada masa Nabi tercermin prinsip-prinsip siyasah dari adanya piagam Madinah
yang dipegang teguh oleh para Khulafa al Rasyidin, prinsip-prinsip itu berupa :
persatuan, persamaan, keadilan, perdamaian, musyawarah, kemanusiaan, kejujuran
dan pemimpin sebagai abdi masyarakat, tapi pada masa dinasti prinsip-prinsip
itu tergeser sehingga kekuasaan yang menjadi panglima dan bukan hukum menjadi
panglima dengan perebutan kekuasaan. Akhirnya tergambarkan dari keruntuhan
kekuasaan Abbasiyah dan Umayyah.[6]
d. Pada Pertengahan Abad Kedua Puluh
Masa ini terjadi dekolonisasi Negara-negara muslim yang terpisah satu sama
lain akibat kolonial, mulai memerdekakan diri yang umumnya negeri-negeri
merdeka ini dipimpin pimpinan yang terdidik secara barat.[7]
Pemikiran tokoh-tokoh dalam politik Islam dapat dikategorikan menjadi dua
periode yakni periode pra modern dan modern. Kedua masa itu pada hakikatnya
para pemikir politik Islam bergulat pada upaya untuk mencari basis intelektual
dari hubungan politik dan Islam.
a.Pada masa pra modern pemikiran politik Islam dipengaruhi oleh pemikiran
yunani, melalui kajian filsafat.
b.Sedangkan pada masa modern pengaruh politik barat terhadap politik Islam
sudah masuk melalui imperalisme.[8]
Dikalangan Umat Islam sampai sekarang terdapat tiga aliran tentang hubungan
antara Islam dan politik.
Aliran pertama, berpendapat bahwa Islam bukan semata-mata agama dalam pegertian Barat,
yakni hanya menyangkut hubungan antara manusia dengan Tuhan, sebaliknya Islam
adalah agama yang sempurna dan lengkap yang mengatur segala aspek kehidupan
manusia, termasuk kehidupan bernegara. Tokoh utama aliran ini antara lain Syekh
Hasan al-Banna, Sayyid Quthb, Muhammad Rasyid Ridla dan Abul A’la
al-Maududi.
Aliran kedua, berpendapat bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat, yang tidak
ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Menurut aliran ini Muhammad hanyalah
seorang Rasul biasa seperti halnya Rasul-rasul yang lain, dengan tugas utama
mengajak (dakwah) manusia kepada jalan Tuhannya dengan menjunjung tinggi nilai
moral, dan Nabi tidak dimaksudkan untuk mendirikan dan mengepalai suatu negara.
Pendapat ini dalam khazanah pemikiran Islam kontemporer diwakili oleh seorang
ulama Mesir, Ali Abd ar-Raziq, dalam risalahnya yang sangat ramai
diperdebatkan, al-Islam wa Ushul al-Hukm (Islam dan Dasar-Dasar
Kekuasaan), pernah mengemukakan bahwa Muhammad hanyalah seorang rasul dan juru
dakwah, bukan seorang pemimpin negara.
Aliran ketiga, menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang serba lengkap. Tetapi
aliran ini pula menolak anggapan bahwa Islam adalah agama dalam pengertian sekuler
yang hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Aliran ini
berpendapat bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi
terdapat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara. Salah satu tokoh yang
mendukung pendapat ini diantaranya adalah Mohammad Husein Haekal, Fazlur Rahman
dan di Indonesia tokohnya Nurcholish Madjid.[9]
Pada masa Nabi SAW dan para Khulafa al Rasyidin, umat Islam bersatu, mereka
satu akidah, satu siyasah, satu politik, satu akhlaqul karimah, kalau mereka
ada perselisihan pendapat dapat diatasi dengan wahyu. Awal mula adanya
perselisihan dipicu oleh Abdullah bin Saba’ (seorang Yahudi) pada pemerintahan
Usman bin Affan dan berlanjut pada masa khalifah Ali bin Abu Tholib.
Awal mula timbulnya aliran politik pada masa khalifah Ustman bin Affan
(setelah wafatnya), pada masa itu dilatarbelakangi oleh kepentingan kelompok
yang mengarah terjadinya perselisihan sampai terbunuhnya Khalifah Ustman.
Kemudian digantikan oleh Ali bin Abu Thalib, pada masa itu perpecahan umat Islam
terus berlanjut. Umat Islam pada masa itu ada yang pro terhadap kekhalifahan
Ali bin Abu Tholib, yang menamakan dirinya kelompok syiah, dan ada yang kontra dengan nama kelompok
khawarij. Akhirnya perpecahan memuncak kemudian terjadilah perang jamal yaitu
antara Ali dengan Aisyah dan perang Shiffin antara Ali dengan Muawiyah. Bermula
dari itulah akhirnya timbul berbagai aliran politik di kalangan umat Islam,
masing-masing kelompok juga terpecah belah, akhirnya jumlah aliran politik di
kalangan umat Islam menjadi banyak seperti aliran Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Syi’ah, Jabariyah dll.[10]
1.
Khawarij
Khawarij
adalah aliran dalam teologi Islam yang pertama kali muncul. Menurut Ibnu Abu
Bakar Ahmad al-Syahrastani, bahwa yang disebut Khawarij adalah setiap orang
yang keluar dari imam yang hak dan telah disepakati para jama’ah, baik ia
keluar pada masa Khulafaur Rasyidin, atau pada masa tabi’in secara baik-baik.
Nama Khawarij berasal dari kata “kharaja” berarti keluar. Nama itu
diberikan kepada mereka yang keluar dari barisan Ali.
Adapun
yang dimaksud Khawarij dalam terminology ilmu kalam adalah suatu sekte /
kelompok / aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan
karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase
(tahkim), dalam perang Shiffin pada tahun 648 M dengan kelompok Muawiyah bin
Abu Sufyan perihal persengketaan khalifah.[11]
Kelompok
Khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada di pihak yang benar
karena Ali merupakan khalifah sah yang telah di bai’at mayoritas umat Islam, di
sisi lain Muawiah di pihak lawan. Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan di
balik ajakan damai kelompok Muawiyah sehingga ia bermaksud menolak permintaan
itu. Namun, karena desakan pengikutnya seperti Al-asy’ats bin Qais,
Mas’ud bin Fudaki at-Tamimi, dan Zaid bin Husein ath-Tha’I dengan sangat
terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar (komandan pasukanya) untuk menghentikan
peperangan.
Setelah
menerima ajakan damai. Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai
delegasi juru damainya, tetapi orang-orang khawarij menolaknya. Mereka
beranggapan bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari kelompok Ali sendiri.
Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari dengan
harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah.Keputusan tahkim,
yakni Ali diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya dan mengangkat
Muawiyah menjadi khalifah. Pengganti Ali sangat mengecewakan kaum khawarij
sehingga mereka membelot dan mengatakan,”mengapa kalian berhukum kepada manusia. Tidak
ada hukum lain selain hukum yang ada disisi Allah”. .Pada
saat itu juga orang-orang Khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju
Huruhara, atau terjadi kekacauan. kelompok Khawarij ini terus melakukan
perlawanan kepada Muawiyah dan juga Ali. Mereka juga mengangkat seorang
pemimpin bernama Abdullah bin Shahab Ar-Rasyibi.
Kaum Khawarij menyebut diri mereka Syurah,
yang berasal dari kata Yasyriy yang
artinya menjual atau mengorbankan diri kepada Allah.[12]
Khawarij awalnya adalah kelompok yang loyal terhadap Ali bin Abi
Thalib namun kemudian berbalik arah, mereka kebanyakan berasal dari Orang-
orang Badui yang berfikir lurus dan keras, Ali dianggap bekas pengikutnya ini
telah salah, karena menghentikan peperangan, sedangkan Muawiyah adalah gubernur
pemberontak terhadap pemerintahan yang syah. Dalam pandangan kelompok ini,
kedua kubu politik yang disebutkan diatas adalah salah dan sesat. Khawarij juga
melahirkan beberapa sekte, diantaranya Muhakkimah, Azzariqoh, Najdah, dan
Ajaridah. Adapun pemikiran fiqihnya antara lain :
1. Khalifah tidak harus orang
Quraisy, tapi siapa saja yang mampu memimpin. Berbeda dengan Sunni yang
mengharuskan pemimpin dari suku Quraisy. Selain itu, orang yang melakukan dosa
besar, seperti halnya Utsman, Ali, Abu Musa, Muawiyah, dan Amru bin Ash
tergolong kafir. Mereka pun berpendapat bahwa wajib hhukumnya untuk menentang
pemerintahan dzalim, termasuk Ali dan Muawiyah.
2. Amalan ibadah berupa shalat,
puasa, zakat, dan lain sebagainya termasuk dalam rukum iman, sehingga iman
tidak cukup dengan penetapan didalam hati dan ikrar dilisan saja.
3. Hukuman zinah cukkup dipukul 100
kali sesuai dengan ajaran Al-Qur’an, sedang rajam adalah ajaran hadits sebgaia
tambahan dari Al-Qur’an.
4. Ayat “Banatukum” dalam
ayat larangan nikah, cukup diartikan anak perempuan, jadi cucu boleh dinikahi
oleh kakeknya.
5. Selain kelompok Khawarij adalah
kafir, dan kafir haram dinikahi.
6. Yang disebut Ghanimah adalah
senjata, kuda dan perlengkapan lainnya, yang selain itu bukanlah disebut
Ghanimah.
7. Ayat “Laa Washiyata Li
warisin” tidak berlaku. Sehingga ahli waris boleh mendapatkan warisan.
8. “Radho’ah” tidak
menghalangi perkawinan sehingga saudara satu susu boleh dinikahi.
9. Thaharah adalah suci lahir
dan bathin, konseksuensi logisnya adalah apabila ketika akan shalat atau dalam
shalat berpikir sesuatu yang kotor dan membuat bathin kotor maka shalat itu
batal.
Pemahaman Khawarij ini berimlpikasi terhadap
pemahaman fiqih. Beberapa pendapat mereka yang dapat dikemukakan diantaranya
adalah masalah thaharah. Sebagaimana disebutkan oleh Manna Al-Qatthan, kaum
Khawarij salah satu kelompok Islam yang paling ekstrim dalam melihat sesuatu,
baik itu dalam iman atau kekafiran.
Khawarij hanya mengakui Al-Qur’an sebagai
satu-satunya sumber Tasyri’ sehingga mereka tak mengakui adanya sunnah, ijma’
atau yang lainnya. Akibatnya adalah mereka selalu menentang dan tidak
sependapat ketika salah satu paham berbeda dengan Al-Qur’an. Hal ini terlihat
ketika mereka menilai bagaimana para sahabat atau tabi’in menggunakan sunnah
dan ijma’.[13]
2.
Murji’ah
Nama
Murji’ah diambil dari kata irja atau arja’a
yang bermakna penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a
mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa
besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Alla.[14]
Selain itu, arja’a berarti pula meletakan di
belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh
karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang
yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari
kiamat kelak.[15]
Aliran
Murji’ah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam
upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana
hal itu dilakukan oleh aliran Khawarij.Mereka menangguhkan penilaian terhadap
orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu. Dihadapan Tuhan, karena
hanya Tuhan-lah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang
mukmin yang melakukan dosa besar masih dianggap mukmin dihadapan mereka.
Awal
mula timbulnya Murji’ah adalah sebagai akibat dari gejolak dan ketegangan
pertentangan politik yaitu soal khilafah (kekhalifahan) yang
kemudian mengarah ke bidang teologi.Pertentangan politik ini terjadi sejak
meninggalnya Khalifah Usman yang berlanjut sepanjang masa Khalifah Ali dengan
puncak ketegangannya terjadi pada waktu perang Jamal dan perang Shiffin.
Setelah terbunuhnya Khalifah Utsman Ibn Affan, umat islam terbagi menjadi dua
golongan yaitu kelompok Ali dan Muawiyyah. Kelompok Ali lalu terpecah menjadi
dua yaitu Syi’ah dan Khawarij.
Setelah
wafatnya Ali, Muawiyyah mendirikan Dinasti Bani Umayyah Kaum Khawarij dan
Syi’ah yang saling bermusuhan, mereka sama-sama menentang kekuasaan Bani
Umayyah. Syi’ah menganggap bahwa Muawiyyah telah merampas kekuasaan dari tangan
Ali dan keturunannya. Sementara itu, Khawarij tidak mendukung Muawiyyah karena
ia dinilai telah menyimpang dari ajaran islam. Di antara ke tiga golongan itu
terjadi saling mengkafirkan.[16]
Dalam
suasana pertentangan ini, timbul satu golongan baru yaitu Murji’ah yang ingin
bersikap netral, tidak mau turut dalam praktek kafir mengkafirkan yang terjadi
antara golongan yang bertentangan itu. Bagi mereka, sahabat-sahabat yang
bertentangan itu merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar
dari jalan yang benar. Oleh karena itu, mereka tidak mengeluarkan pendapat
tentang siapa yang sebenarnya salah dan memandang lebih baik menunda
penyelesaian persoalan ini ke hari perhitungan di hadapan Tuhan.
Dari
persoalan politik mereka tidak dapat melepaskan diri dari persoalan teologis
yang muncul di zamannya. Waktu itu terjadi perdebatan mengenai hukum orang yang
berdosa besar. Persoalan dosa besar yang ditimbulkan kaum Khawarij mau tidak
mau menjadi bahan perhatian dan pembahasan bagi mereka. Terhadap orang yang
berbuat dosa besar, kaum Khawarij menjatuhkan hukum kafir sedangkan kaum
Murji’ah menjatuhkan hukum mukmin. Argumentasi yang mereka ajukan dalam hal ini
bahwa orang islam yang berdosa besar itu tetap mengakui bahwa tiada Tuhan
selain Allah dan Nabi Muhammad adalah Rasul-nya. Dengan kata lain, orang yang
mengucapkan kedua kalimat syahadat menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena
itu, orang berdosa besar menurut pendapat golongan ini tetap mukmin dan bukan
kafir.
Aliran
Murji’ah ini berkembang sangat subur pada masa pemerintahan Dinasti bani Umayyah,
karena bersifat netral dan tidak memusuhi pemerintahan yang Ali. Dalam
perkembangan berikutnya, lambat laun aliran ini tak mempunyai bentuk lagi,
bahkan beberapa ajarannya diakui oleh aliran kalam berikutnya. Sebagai aliran
yang berdiri sendiri, golongan Murji’ah ekstrim pun sudah hilang dan
tidak bisa ditemui lagi sekarang. Namun ajaran-ajarannya yang masih ekstrim itu
masih didapati pada sebagian umat Islam yang menjalankan
ajaran-ajarannya.Kemungkinan mereka tidak sadar bahwa mereka sebenarnya mengikuti
ajaran-ajaran golongan Murji’ah ekstrim.
3.
Syi’ah
Syiah
berasal dari bahasa Arab, artinya pengikut atau golongan. Kata jamaknya adalah
Syiya'un. Syiah adalah kelompok muslim yang setia kepada Ali r.a dan keluarga
serta keturunannya. Mereka berpendapat bahwa khalifah itu sebenarnya hak Ali
sebagai penerima wasiat langsung dari Rasulullah saw untuk menggantikan
kepemimpinan beliau.[17]
Syi’ah adalah
segolongan dari umat Islam yang sangat mencintai Ali bin Abi Thalib dan
keturunannya secara berlebih-lebihan. Golongan syi’ah berpendapat bahwa yang
paling berhak memangku jabatan khalifah adalah Ali bin Abi Thalib dan
keturunannya, sebab dialah yang diwasiatkan oleh Nabi SAW untuk menjadi
khalifah setelah beliau wafat.
Syi’ah ini dalam
kaitannya dengan masalah pewaris jabatan khalifah, terbagi-bagi dalam berbagai
sekte, ada Syi’ah Kaisaniyah, Syi’ah Zaidiyah, Syi’ah Ismailiyah, dan Syi’ah
Ja’fariyah. Masing-masnig sekte tersebut menjadikan hak jabatan khalifah pada
bagian tertentu dari keturunan Ali bin Abi Thalib.[18]
Dalam refrensi
lain bahwa Syi’ah dalam perkembangannya mereka mengkultuskan Ali dan
keluarganya, sehingga mereka pun percaya bahwa Ali dan keluarganya adalah maksum.
Sementara aliran fiqih dalam Syi’ah ada dua, yakni Ushuli dan Akhbari.
Seperti halnya dengan Khawarij, Syi’ah tidak mengakui adanya ijma’
atau qiyas. Qiyas ditolak karena berdasarkan pada akal, bukan nash. Syi’ah
hanya mengakui Allah, Rasul-Nya dan Imam sebagai sumber otoritas pembentukan
hukum Islam, sehingga pendapat kelompok ini banyak berbeda dengan pendapat
Sunni, baik dalam Ushul atau Furu’. Dalam Ushul misalnya, mereka menolak adanya
nasakh dan mansukh, sehingga mereka membolehkan adanya nikah mut’ah sampai hari
kiamat kelak.
Diantara contoh
pemikiran hukum golongan Syi’ah adalah sebagai berikut:
1. Al-Qur’an mempunyai dua arti
lahir dan bathin, yang mengetahui keduanya hanyalah Allah, Rasul dan Imam. Imam
mengetahui makna bahtin Al-Qur’an, karena para Imam tersebut dianggap maksum
oleh mereka dan diberikan ilmu yang setaraf dengan kenabian, masyarakat umum
hanya mengetahui dzahirnya saja.
2.
Membolehkan nikah mut’ah.
3.
Orang syiah mengharamkan seorang muslim menikahi wanita ahli kitab.
4. Hadits Nabi yang dianggap shahih
oleh kelompok ini hanyalah hadits-hadits yang diriwayatkan dengan jalur-jalur
para imam mereka. Hadits yang diriwayatkan oleh kalangan Ahlus Sunnah, meskipun
derajat keshahihannya tinggi tidak akan diterima oleh mereka. Demikian pula
dalam masalah furu’ dan ushul mereka akan menerima jika disetujui oleh Imam
mereka.
5. Dalam kalimat azan “Hayya
‘Alal Falah” dalam pandangan Syi’ah ditambah satu kalimat lagi yaitu “Hayya
‘Ala Khairil Amal”.
6. Masalah warisan bagi perempuan,
perempuan hanya mendapatkan benda bergerak saja, tidak seluruh jenis harta.
7. Waktu shalat hanya tiga, dzuhur
dan ashar (Dhuluqi syamsi), Magrib dan Isya (Ghosyaqillaili) dan
subuh (Qur’anal Fajri).
8.
Dalam sujud tidak menggunakan alas tempat sujud yang dibuat tangan. Biasanya
mereka menggunakan tanah atau batu dari karbala.
4.
Sunni (Ahlus- Sunnah Wal
Jama’ah)
Golongan ini adalah orang-orang yang bersikab
abstain (apolitis) dan tidak ikut-ikutan terjun kedalam pergolakan politik.
Mereka tidak mau bergabung dengan pasukan Ali dan para lawan politiknya.
Kelompok ini menempuh jalur ilmu yang benar dan manhaj yang lurus serta kajian
yang tepat dalam memahami agama Allah, memahami secara teliti terhadap ajaran
syari’at berdasarkan penjelasan Al-Qur’an dan Sunnah yang suci serta
riwayat-riwayat dari para sahabat, serta menghindari segala pengaruh fitnah
yang terjadi diantara sahabat diakhir khalifah Ali bin Abi Thalib.
Metode yang
dipakai golongan ini pada akhirnya melahirkan dua aliran dalam mengistinbat
hukum Syari’at:
1. Kelompok yang berpegang pada dzahirnya
nash-nash saja dan pengikut aliran ini dinamakan ahli hadits.
2. Kelompok yang mencari ilat-ilat hukum dan
hikmahnya dari nash-nash baik Al-Qur’a dan sunnah dan kelompok ini dinamakan
ahlul ra’yi.[19]
Golongan ini
disebut juga dengan Ahlussunnah wal Jama’ah yang berarti penganut sunnah Nabi,
sedangkan wal Jama'ah ialah penganut i'tiqad Jama'ah sahabat-sahabat Nabi.
Jadi, kaum Ahlussunnah wal Jama'ah ialah kaum yang menganut i'tiqad sebagai
i'tiqad yang dianut oleh Nabi Muhammad saw dan sahabat-sahabat beliau.
Ahlussunnah wal Jama'ah adalah golongan umat Islam yang tidak mengikuti
pendirian Syiah dan Khawarij. Golongan ini tidak berpendapat bahwa jabatan
khalifah itu merupakan wasiat yang diberikan kepada seseorang. Tetapi mereka
berpendapat bahwa jabatan khalifah itu dipilih dari suku Quraisy yang cakap
kalau ada. Golongan ini tidak mengutamakan khalifah-khalifah dengan yang lain
dari kalangan sahabat. Mereka menta'wilkan persengketaan yang terjadi dikalangan
sahabat dengan soal ijtihad dalam politik pemerintahan yang tidak ada sangkut
pautnya dengan masalah iman dan kafir. Termasuk prinsip yang diyakini oleh
golongan ini adalah bahwa Diin dan Iman merupakan ucapan dan
perbuatan, ucapan hati dan lisan, serta perbuatan hati, lisan dan anggota
badan. Dan sesungguhnya iman dapat bertambah karena taat dan berkurang karena
maksiat.
Diantara
pemikiran hukum Islam Ahlussunnah wal jama'ah adalah :
1. Penolakan terhadap keabsahan nikah mut'ah. Bagi
Jumhur, nikah mut'ah haram dilakukan
2. Jumhur menggunakan konsep aul dalam pembagian
harta pusaka
3. Nabi Muhammad saw tidak dapat mewariskan harta
4. Jumlah perempuan yang boleh dipoligami dalam
satu periode adalah 4 orang (penafsiran terhadap surat An Nisa ayat 3 dan
hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
5. Persaudaraan iman masih tetap berlaku dan
dibenarkan meskipun mereka bermaksiat
6. Orang-orang fasik tidak berarti kehilangan iman
secara keseluruhan, dan mereka tidak kekal dalam neraka, dan masih tergolong
beriman atau bisa juga dikatakan beriman tidak secara mutlak
7. Para sahabat itu dimaafkan Allah, baik mereka
yang melakukan ijtihad dengan hasil yang benar maupun yang salah. Akan tetapi
mereka tidak meyakini bahwa para sahabat itu ma'sum dari dosa-dosa besar dan
kecil.
B. PERIODE MUJTAHIDIN : MUNCULNYA MADZHAB – MADZHAB HUKUM
1.
Sejarah Timbulnya Madzhab Dalam Islam
Sebenarnya
ikhtilaf
telah ada di masa sahabat, hal ini terjadi antara lain karena perbedaan
pemahaman di antara mereka dan perbedaan nash (sunnah) yang sampai kepada
mereka, selain itu juga karena pengetahuan mereka dalam masalah hadis tidak
sama dan juga karena perbedaan pandangan tentang dasar penetapan hukum dan
berlainan tempat Dari fragmentasi sejarah, bahwa munculnya madzhab-madzhab
fiqih pada periode ini merupakan puncak Dari perjalanan kesejarahan tasyri’.
Bahwa munculnya madzhab-madzhab fiqih itu lahir dari perkembangan sejarah
sendiri, bukan karena pengaruh hokum romawi sebagaimana yang dituduhkan oleh
para orientalis.
Fenomena
perkembangan tasyrik pada periode ini, seperti tumbuh suburnya kajian-kajian
ilmiah, kebebasan berpendapat, banyaknya fatwa-fatwa dan kodifikasi ilmu, bahwa
tasyri’ memiliki keterkaitan sejarah yang panjang dan tidak dapat dipisahkan
antara satu dengan lainnya.
Munculnya
madzhab dalam sejarah terlihat adanya pemikirah fiqih dari zaman sahabat,
tabi’in hingga muncul madzhab-madzhabfiqih pada periode ini. Seperti contoh
hokum yang dipertentangkan oleh Umar bin Khattab dengan Ali bin Abi Thalib
ialah masa ‘iddah wanita hamil yang ditinggalk mati oleh suaminya. Golongan
sahabat berbeda pendapat dan mengikuti salah satu pendapat tersebut, sehingga munculnya
madzhab-madzhab yang dianut.
Di
samping itu, adanya pengaruh turun temurun dari ulama-ulama yang hidup
sebelumnya tentang timbulnya madzhab tasyri’, ada beberapa faktor yang
mendorong, diantaranya :
1.
Karena semakin meluasnya wilayah kekuasaan
Islam sehingga hukum islam pun menghadapi berbagai macam masyarakat yang
berbeda-beda tradisinya.
2. Muncunya ulama-ulama besar pendiri madzhab-madzhab fiqih berusaha
menyebarluaskan pemahamannya dengan mendirikan pusat-pusat studi tentang fiqih,
yang diberi nama Al-Madzhab atau Al-Madrasah
yang diterjemahkan oleh bangsa barat menjadi school, kemudian usaha
tersebut dijadikan oleh murid-muridnya.
3. Adanya kecenderungan masyarakat Islam ketika memilih salah satu
pendapat dari ulama-ulama madzhab ketika menghadapi masalah hukum. Sehingga
pemerintah (kholifah) merasa perlu menegakkan hukum islam dalam
pemerintahannya.
Permasalahan
politik, perbedaan pendapat di kalangan muslim awal trntang masalah politik
seperti pengangkatan kholifah-kholifah dari suku apa, ikut memberikan saham
bagi munculnya berbagai madzhab hukum.
2. Pengertian Madzhab
Menurut
Bahasa “mazhab”
berasal dari shighah mashdar mimy (kata sifat)
dan isim
makan (kata yang menunjukkan tempat) yang diambil dari fi’il
madhi “dzahaba” yang berarti “pergi”.
Sementara menurut Huzaemah Tahido Yanggo bisa juga berarti
al-ra’yu yang artinya “pendapat”.[20]
Sedangkan
secara terminologis pengertian mazhab menurut Huzaemah Tahido
Yanggo, adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam
Mujtahid dalam memecahkan masalah, atau mengistinbatkan hukum Islam.
Selanjutnya Imam Mazhab dan mazhab itu berkembang pengertiannya menjadi
kelompok umat Islam yang mengikuti cara istinbath Imam Mujtahid tertentu atau
mengikuti pendapat Imam Mujtahid tentang masalah hukum Islam.
Jadi bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud
mazhab meliputi dua pengertian
- Mazhab adalah jalan pikiran
atau metode yang ditempuh seorang Imam Mujtahid dalam menetapkan hukum
suatu peristiwa berdasarkan kepada al-Qur’an dan hadis.
- Mazhab adalah fatwa atau
pendapat seorang Imam Mujtahid tentang hukum suatu peristiwa yang diambil
dari al-Qur’an dan hadis.
Dalam
perkembangan mazhab-mazhab fiqih telah muncul banyak mazhab fiqih. Menurut
Ahmad Satori Ismail, para ahli sejarah fiqh telah berbeda pendapat sekitar
bilangan mazhab-mazhab. Tidak ada kesepakatan para ahli sejarah fiqh mengenai
berapa jumlah sesungguhnya mazhab-mazhab yang pernah ada.
Namun
dari begitu banyak mazhab yang pernah ada, maka hanya beberapa mazhab
saja yang bisa bertahan sampai sekarang. Menurut M. Mustofa Imbabi,
mazhab-mazhab yang masih bertahan sampai sekarang hanya tujuh mazhab saja
yaitu : mazhab hanafi, Maliki, Syafii, Hambali, Zaidiyah, Imamiyah dan
Ibadiyah. Adapun mazhab-mazhab lainnya telah tiada.
Sementara
Huzaemah Tahido Yanggo mengelompokkan mazhab-mazhab fiqih sebagai berikut :
1. Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah
1.
Ahl
al-Ra’yi
Kelompok ini dikenal pula dengan Mazhab Hanafi
1.
Ahl
al-Hadis terdiri atas :
a. Mazhab Maliki
b. Mazhab Syafi’I
c. Mazhab Hambali
2. Syi’ah
a. Syi’ah Zaidiyah
- Syi’ah Imamiyah
3. Khawarij
4. Mazhab-mazhab yang telah musnah
- Mazhab al-Auza’i
- Mazhab al-Zhahiry
- Mazhab al-Thabary
- Mazhab al-Laitsi
Pendapat
lainnya juga diungkapkan oleh Thaha Jabir Fayald al-‘Ulwani, beliau menjelaskan
bahwa mazhab fiqh yang muncul setelah sahabat dan kibar al-Tabi’in berjumlah 13
aliran. Ketiga belas aliran ini berafiliasi dengan aliran ahlu Sunnah. Namun,
tidak semua aliran itu dapat diketahui dasar-dasar dan metode istinbat
hukumnya.
Adapun di antara pendiri tiga belas aliran itu
adalah sebagai berikut :
- Abu Sa’id al-Hasan ibn Yasar
al-Bashri (w. 110 H.)
- Abu Hanifah al-Nu’man ibn
Tsabit ibn Zuthi (w. 150 H.)
- Al-Auza’i Abu ‘Amr ‘Abd Rahman
ibn ‘Amr ibn Muhammad ( w. 157 H.)
- Sufyan ibn Sa’id ibn Masruq
al-Tsauri (w. 160 H.)
- Al-Laits ibn Sa’ad (w. 175 H.)
- Malik ibn Anas al-Bahi (w. 179
H.)
- Sufyan ibn Uyainah (w. 198 H.)
- Muhammad ibn Idris al-Syafi’i
(w. 204 H.)
- Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal
(w. 241 H.)
- Daud ibn ‘Ali al-Ashbahani
al-Baghdadi (w. 270 H.)
- Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H.)
- Abu Tsaur Ibrahim ibn Khalid
al-Kalabi (w. 240 H.)
- Ibnu Jarir at-Thabari.[21]
Dari
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa mazhab-mazhab yang pernah ada dalam
sejarah umat Islam sangat sulit untuk dipastikan berapa bilangannya, untuk itu
guna mengetahui berbagai pandangan mazhab tentang berbagai masalah hukum Islam
secara keseluruhan bukanlah persoalan mudah sebab harus mengkaji dan mencari
setiap literatur berbagai pandangan mazhab-mazhab tersebut.
3. Dasar Pemikiran dan perkembangan Madzhab
hukum Islam
Berkembangnya
dua aliran ijtihad rasionalisme dan tradisionalisme telah melahirkan
madzhab-madzhab fiqih islam yang mempunyai metodologi kajian hukum serta
fatwa-fatwa fiqih tersendiri, dan mempunyai pengikut dari berbagai laposan
masyarakat. Dalam sejarah pengkajian hukum islam dikenal beberapa madzhab fiqih
yang secara umum terbagi dua, yaitu madzhab sunni dan madzhab syi’i.
Di kalangan Sunni terdapat beberapa madzhab, yaitu hanafi, maliki, syafi’i dan hambali.
Sedangkan di kalangan syiah terdapat dua madzhab fiqih, yaitu Zaidiyah
dan Ja’fariah. Namun yang masih
berkembang kini hanyalah madzhab Ja’fariah dan Syi’ah
Imamiyah.
a.
Madzhab-madzhab fiqih dari golongan Sunni.[22]
1. Madzhab
Hanafi
Madzhab
ini didirikan oleh Abu Hanifah yang nama lengkapnya al-Nu’man ibn Tsabit ibn
Zuthi (80-150 H). Ia dilahirkan di kufah, ia lahir pada zaman dinasti Umayyah
tepatnya pada zamankekuasaan Abdul malik ibn Marwan.
Pada
awalnya Abu hanifah adalah seorang pedagang, atas anjuran al-Syabi ia kemudian
menjadi pengembang ilmu. Abu Hanifah belajar fiqih kepada ulama aliran irak
(ra’yu). Imam Abu Hanifah mengajak kepada kebebasan berfikir dalam memecahkan
masalah-masalah baru yang belum terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Ia
banyak mengandalkan qiyas (analogi) dalam menentukan hukum.
Di bawah ini akan dipaparkan beberapa contoh
ijtihad Abu Hanifah, diantaranya :
1.
Bahwa perempuan boleh jadi hakim di pengadilan
yang tugas khususnya menangani perkara perdata, bukan perkara pidana. Alasannya
karena perempuan tidak boleh menjadi saksi pidana. Dengan demikian, metode
ijtihad yang digunakan adalah qiyas dengan menjadikan kesaksian sebagai al-ashl
dan menjadikan hukum perempuan sebagai far’.
2.
Abu hanifah dan ulama kufah berpendapat bahwa
sholat gerhana dilakukan dua rakaat sebagai mana sholat ’id tidak dilakukan dua
kali ruku’ dalam satu rakaat.
Imam Abu
Hanifah dikenal sebagai ulama yang luas ilmunya dan sempat pula menambah
pengalaman dalam masalah politik, karena di masa hidupnya ia mengalami situasi
perpindahan kekuasaan dari khalifah Bani Umayyah kepada khalifah Bani
Abbasiyah, yang tentunya mengalami perubahan situasi yang sangat berbeda antara
kedua masa tersebut.
Madzhab
Hanafi berkembang karena kegigihan murid-muridnya menyebarkan ke masyarakat
luas, namun kadang-kadang ada pendapat murid yang bertentangan dengan pendapat
gurunya, maka itulah salah satu ciri khas fiqih Hanafiyah yang terkadang memuat
bantahan gurunya terhadap ulama fiqih yang hidup di masanya.
Ulama
Hanafiyah menyusun kitab-kitab fiqih, diantaranya Jami’ al-Fushulai, Dlarar al-Hukkam, kitab
al-Fiqh dan qawaid al-Fiqh, dan lain-lain. Dasar-dasar Madzhab
Hanafi adalah :
a. Al-Qur’anul
Karim
b. Sunnah
Rosul dan atsar yang shahih lagi masyhur
c. Fatwa
sahabat
d. Qiyas
e. Istihsan
f. Adat dan
uruf masyarakat
Murid
imam Abu Hanifah yang terkenal dan yang meneruskan pemikiran-pemikirannya
adalah : Imam Abu Yusuf al-An sharg, Imam Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani,
dll.
2. Madzhab
Maliki
Madzhab
ini dibangun oleh Maliki bin Annas. Ia dilahirkan di madinah pada tahun 93 H.
Imam Malik belajar qira’ah kepada Nafi’ bin Abi Ha’im. Ia belajar hadits kepada
ulama madinah seperti Ibn Syihab al-Zuhri.
Karyanya
yang terkenal adalah kitab al-Muwatta’, sebuah kitab hadits bergaya fiqh.
Inilah kitab tertua hadits dan fiqh tertua yang masih kita jumpai. Dia seorang
Imam dalam ilmu hadits dan fiqih sekaligus. Orang sudah setuju atas keutamaan
dan kepemimpinannya dalam dua ilmu ini. Dalam fatwqa hukumnya ia bersandar pada
kitab Allah kemudian pada as-Sunnah. Tetapi beliau mendahulukan amalan penduduk
madinah dari pada hadits ahad, dalam ini disebabkan karena beliau berpendirian
pada penduduk madinah itu mewarisi dari sahabat.
Setelah
as-Sunnah, Malik kembali ke qiyas. Satu hal yang tidak diragukan lagi bahwa
persoalan-persoalan dibina atas dasar mashutih mursalah.
As-Ayafi’i
menerima hadits darinya dan mahir ilmu fiqih kepadanya. Penduduk mesir,
maghribi dan andalas banyak mendatangi kuliah-kuliahnya dan memperoleh manfaat
besar darinya, serta menyebar luaskan di negeri mereka.
Kitab
al-Mudawwanah sebagai dasar fiqih madzhab Maliki dan sudah dicetak dua kali di
mesir dan tersebar luas disana, demikian pula kitab al-Muwatta’. Pembuatan
undang-undang di mesir sudah memetik sebagian hukum dari madzhab Maliki untuk
menjadi standar mahkamah sejarah mesir.
Dasar madzhab Maliki dalam menentukan hukum
adalah :
a. Al-qur’an
b. Sunnah
c. Ijma’
ahli madinah
d. Qiyas
e. Istishab
/ al-Mashalih al-Mursalah
3. Madzhab
Syafi’i
Madzhab
ini didirikan oleh Imam Muhammad bin Idris al-Abbas. Madzhab fiqih as-Syafi’i
merupakan perpaduan antara madzhab Hanafi dan madzhab Maliki. Ia terdiri dari
dua pendapat, yaitu qaul qadim (pendapat lama) di irak dan qaul jadid di mesir.
Madzhab Syafi’i terkenal sebagai madzhab yang paling hati-hati dalam menentukan
hukum, karena kehati-hatian tersebut pendapatnya kurang terasa tegas.
Syafi’i
pernah belajar Ilmu Fiqh beserta kaidah-kaidah hukumnya di mesjid al-Haram dari
dua orang mufti besar, yaitu Muslim bin Khalid dan Sufyan bin Umayyah sampai
matang dalam ilmu fiqih. Al-Syafi’i mulai melakukan kajian hukum dan
mengeluarkan fatwa-fatwa fiqih bahkan menyusun metodelogi kajian hukum yang
cenderung memperkuat posisi tradisional serta mengkritik rasional, baik aliran
Madinah maupun Kuffah. Dalam kontek fiqihnya syafi’i mengemukakan pemikiran
bahwa hukum Islam bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah serta Ijma’ dan
apabila ketiganya belum memaparkan ketentuan hukum yang jelas, beliau
mempelajari perkataan-perkataan sahabat dan baru yang terakhir melakukan qiyas
dan istishab.
Di antara buah pena/karya-karya Imam Syafi’i,
yaitu :
a. Ar-Risalah
: merupakan kitab ushul fiqih yang pertama kali disusun.
b. Al-Umm :
isinya tentang berbagai macam masalah fiqih berdasarkan pokok-pokok pikiran
yang terdapat dalam kitab ushul fiqih.
4. Mazhab
Hambali[23]
Ahmad bin
Muhammad bin Hanbal bin Hilal adalah penyusun mazhab Hambali, beliau dilahirkan
di Baghdad dan meninggal dunia pada hari jumat tanggal 12 RA tahun 241 H.
Semenjak kecil beliau belajar di Baghdad, Syam, Hijaz dan Yaman. Beliau adalah
murid dari Imam Syafi’i. Murid dari Ahmad bin Hanbal banyak dan terkemuka,
diantaranya yaitu Bukhari dan Muslim.
Ahmad bin Hanbal menyusun mazhab berdasar 4 hal yaitu :
Dasar pertama
adalah Al-Quran dan Hadis. Dalam soal yang beliau hadapi, beliau selidiki ada
atau tidaknya nas, kalau ada beliau berfatwa menurut nas.
Dasar kedua
adalah fatwa sahabat. Dalam satu peristiwa, apabila tidak ada nas yang
bersangkutan dengan peristiwa itu, beliau mencari fatwa dari sahabat. Apabila
fatwa salah seorang sahabat tidak memperoleh bantahan dari sahabat-sahabat lain
maka ia menghukumkan berdasarkan fatwa sahabat itu tadi. Jika fatwa itu berbeda
antara beberapa sahabat, beliau pilih yang lebih dekat pada kitab dan sunnah.
Dasar ketiga
adalah hadis mursal atau lemah, apabila tidak bertentangan dengan dalil-dalil
lain.
Dasar keempat
adalah qiyas. Beliau tidak memakai qiya kecuali apabila tidak ada jalan lain.Beliau
sangat hati-hati dalam melahirkan fatwa, kehati-hatiannya itu yang menyebabkan
mazhabnya lambat tersebar ke daerah-daerah yang sangat jauh, apalagi
murid-murid beliau juga sangat berhati-hati. Mazhab Hambali banyak tersebar di
Jazirah Arab, di daratan Mesir serta di Damaskus (Syuriah).
BAB III
Kesimpulan
Istilah politik yang dimaksud dalam Islam berasal dari kata :
ساس يسوس سياسة yang berarti mengatur,
mengendalikan, mengurus dan membuat keputusan, oleh karena itu arti siyasah/politik secara
etimologi adalah pemerintahan, pengambilan keputusan, pembuat kebijakan,
pengurusan, pengawasan, perekayasan dan lain-lain.
Menurut
Bahasa “mazhab”
berasal dari shighah mashdar mimy (kata sifat)
dan isim
makan (kata yang menunjukkan tempat) yang diambil dari fi’il
madhi “dzahaba” yang berarti “pergi”.
Sementara menurut Huzaemah Tahido Yanggo bisa juga berarti
al-ra’yu yang artinya “pendapat”.
Sedangkan
secara terminologis pengertian mazhab menurut Huzaemah Tahido
Yanggo, adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam
Mujtahid dalam memecahkan masalah, atau mengistinbatkan hukum Islam.
Selanjutnya Imam Mazhab dan mazhab itu berkembang pengertiannya menjadi
kelompok umat Islam yang mengikuti cara istinbath Imam Mujtahid tertentu atau
mengikuti pendapat Imam Mujtahid tentang masalah hukum Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Djazuli. 1994.Fiqih Siyasah.Jakarta.PT Raja Garvindo Persada.
Munawir Sjadzali.1998.M.A. Islam
Dan Tata Negara.Bandung.Gama Media.
Nasetion Harun. Teologi Islam Sejarah Analisa Perbandingan.
UI Pers, Jakarta. 2009 Nasetion Harun. Teologi Islam Sejarah Analisa Perbandingan.
UI Pers, Jakarta. 2009.
Hanafi Ahmad. Teologi Islam Ilmu Kalam, PT
Bulan Bintang. Jakarta. 2010
Yatim Badri. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta
2003.
Rasjid, H.Sulaiman. 2000. Fiqh Islam (Hukum
Fiqh Lengkap). Bandung: PT Sinar Baru Algesindo.
Ahmad
Asy-Syarbani, “Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab”, (Semarang :
Amzah, 1991)
M. Ali Hasan, “Perbandingan
Mazhab”,( Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2002).
Muhammad Jawad
Mughniyah, “Fiqh Lima Mazhab”, (Jakarta : Pt. Lentera Basritama, 1999).
Dedi Supriadi “Perbandingan
Mazhab dengan Pendekatan Baru”, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2008).
SEJARAH
PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM
Diajukan
Sebagai Tugas Makalah Mata Kuliah Sejarah Sosial Hukum Islam
Disusun
O
L
E
H
RICARD HARIS HASIBUAN (23154108)
SITI MASITAH BATUBARA (23154094)
SIYASAH III-D
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
TA 2016
[1]
Prof. H.A. Djazuli. Fiqih Siyasah. Hlm 25-26
[2]
Prof. H.A. Djazuli. Fiqih Siyasah Hal 27-28
[3]
Prof. H.A. Djazuli. Fiqih Siyasah. Hlm 28-29
[5]
Prof. H.A. Djazuli. Fiqih Siyasah. Hlm 17
[6]
Prof. H.A. Djazuli. Fiqih Siyasah. hlm 21-23
[7]
Prof. H.A. Djazuli. Fiqih Siyasah. hlm 25
[8]
Drs. F. Aminuddin Aziz, Mm., Dalam Http://Www.Aminazizcenter.Com/2009/Artikel-62-September-2008-Kuliah-Fiqh-Siyasah-Politik-Islam.Html,.Diakses Pada Tanggal 30 September 2013
[9]
H. Munawir Sjadzali, M.A. Islam
dan tata negara. Hlm 41
[10]
H. Munawir Sjadzali, M.A. Islam
dan tata negara. Hlm 41
[11]
Teologi islam sejarah analisa perbandingan,h 13
[12]
http://simpeleilmu.blogspot.com/2012/11/makalah-tarikh-tasyri-pengaruh-ahli_19.html/ Diakses
Pada Tanggal 19 September 2013
[13]Yayan Sopyan, Tarikh Tasyri (Sejarah Pembentukan
Hukum Islam), (Depok: Gramata Publishing, 2010), h.104-105
[14] Teologi islam sejarah analisa perbandingan h 45
[15] Teologi islam sejarah analisa perbandingan h 45
[16]
Teologi islam ilmu kalam h 78
[17] Yayan Sopyan, Tarikh Tasyri
(Sejarah Pembentukan Hukum Islam), (Depok: Gramata Publishing, 2010),
h.104-105
[18] Abdul Wahab Khallaf, Sejarah
Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,
2002), h. 61
[19] Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyi
(Sejarah Legsilasi Hukum Islam), (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009). h.
83.
[22] Dedi Supriadi “Perbandingan Mazhab dengan Pendekatan Baru”,
(Bandung : CV Pustaka Setia, 2008), hal, 14
KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
BalasHapusBERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.
Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....